Rabu, 22 Desember 2010

Seperempat Malam Dengan Aba’ Mato


“Coba kamu bicara dulu dengan Aba’ Mato,” itu bunyi order yang kami terima. Aba’ Mato? Siapakah beliau. Walau cukup mengenali para aktivis di bumi para Bogani ini namun kami termasuk orang yang kurang bergaul secara karib dengan mereka sehingga kurang tahu nama kecilnya.
Setelah mendapatkan nomornya Aba’ Mato, kamipun mencoba meng-sms. Tak lama kemudian, kamipun ditelepon oleh beliau langsung. Saat itu beliau masih akan ke Tutuyan sehingga minta pertemuan dijadwal ulang. Beberapa hari kemudian, kami meng-sms beliau lagi dan beliau juga langsung menelepon.
“Utat, inggaidon mopalut in Isya ba pangkoyan don naton o’uman. Soalnya ikolom aku’oi maya’ in Jakarta (Saudara, datang saja setelah Isya supaya kita sudah mulai obrolan. Soalnya saya besok akan ke Jakarta),” kata beliau.
Maka setelah Isya, kami langsung ke rumah beliau di Motoboi Besar tanpa menghubungi beliau terlebih dahulu. Sesampainya di sana, ternyata beliau masih ngobrol dengan jama’ah sehingga harus diberitahukan bahwa ada tamu. Tak lama kemudian, beliaupun datang masih memakai sarung dan baju koko.
Kamipun langsung akrab. Beliau menyambut saya seperti teman karib yang lama tak bersua. Walau heran, kami ikut arus saja—so’ akrab sedikit kan tak jadi masalah. Kamipun terlibat dalam pembahasan tentang maksud kedatangan kami. Serius namun tetap dibumbui guyonan segar sehingga tak membuat kening terlalu berkerut.
Beliau menguraikan tentang sisi-sisi budaya, bagian-bagian karakter dari dulu sampai sekarang. Ada pengakuan bahwa memang ada karakter kita di masa lalu yang tergerus zaman.
“Orang Bolaang Mongondow itu sebenarnya orang hebat. Dia selalu berpikir bagaimana menciptakan tangga agar bisa memetik bintang-bintang. Orang kita di masa lalu harus memikirkan bagaiamana menjaga eksistensinya ditengan persaingan antar daerah, bahkan antar bangsa—termasuk bagaimana menghadapi bangsa asing. Namun orang sekarang tak mau lagi membebani pikirannya. Orang sekarang cenderung ke yang praktis, tanpa memikirkan kreatifitas apa yang akan bermanfaat untuk membangun daerah. Karena banyak yang kurang kreatif maka mereka juga tidak memberi ruang bagi kreatifitas,” katanya.
Selanjutnya, beliau mengatakan bahwa orang Bolaang Mongondow saat ini belum bisa diajak berlari untuk menjemput kemajuan bagi daerahnya.
“Yang ada dipikiran orang Bolaang Mongondow sekarang, setelah dia bangun tidur hanya : melihat apakah ada undangan pesta, berpikir baju apa yang akan dipakai, lagu apa yang akan dinyanyikan, dan dari mana uang untuk mengisi amplop undang,” sindirnya
Walau sedikit enggan namun harus juga kita akui apa yang beliau katakan karena memang begitulah kenyataan.
Pembicaraanpun berlanjut, beralih dari satu topic ke topic lain. Aba’ Mato punya kemampuan luar biasa dalam mengambil perumpamaan dalam membahas setiap topic.
Ketika beliau menceritakan perdebatan-perdebatan di media, kamipun teringat perdebatan 2 tahun lalu antara kami dengan Muhammad Salim Lanjar. Sekarang baru kami sadar bahwa yang lawan bicara kami adalah Muhammad Salim Lanjar. Baru sekarang kami tahu bahwa Aba’ Mato adalah Muhammad Salim Lanjar. Agak lucu juga!
Kami punya prinsip bahwa bukan orangnya yang penting dikritisi melainkan ide serta pemikirannya. Ternyata prinsip yang cenderung tak ingin mengenali pemilik ide serta pemikiran ini tak boleh diberlakukan di Bolaang Mongondow Raya ini.
“Saya punya rencana menulis novel yang bersifat filsafat-mistis-modernis tentang TONGKAT KILAT kepunyaan Inde’ Dow,” kata kami sedikit memotong.
Mendengar ini, tawa beliau langsung menggema. Sejenak kami membahas perdebatan waktu itu. Kami membahasnya dengan lebih banyak tawa. Tak nampak sama sekali ada dendam walau mungkin ada kata-kata yang dituliskan yang dituliskan waktu itu yang mungkin menimbulkan ketersinggungan. Ini sungguh positif dan layak ditiru.
Sesungguhnya masih banyak yang ingin kami bicarakan malam itu. Namun mengingat Aba’ Mato dan Muhammad Salim Lanjar (bergurau sedikit) akan ke Jakarta maka pembicaraan harus kami sudahi walau malam sebenarnya baru berjalan seperempatnya. (Anuar Syukur)

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan Komentar...
Tapi maaf komentar Anda perlu dimoderasi, bukan untuk menghilangkan hak Anda berkomentar tapi untuk menghindari penggunaan "kalimat2 yang tidak perlu"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Daftar Isi Blog

Teman di FB