2. Tertolak
Bagi orang banyak, keberadaan Tawakal sebagai anak haram dari Aki Bonok
jelas akan tertolak. Tawakal kecil itu ganteng, hidungnya mancung, kulitnya
sawo cenderung ke putih, perawakannya bisa dipastikan akan tinggi--lha baru
kecil saja begitu sudah tinggi bagaimana setelah dia besar nanti. Ini sangat
kontras dengan Aki Bonok yang pendek, hitam serta berhidung sedang, terlebih
tubuhnya yang sudah membongkok karena terlalu sering menyandang obito telah
membuat Aki Bonok benar-benar seperti manusia kalangan bawa di masyarakat
Mongondow waktu itu. Tak ada satupun ciri yang ada pada Aki Bonok yang menurun
pada Tawakal, andai benar dengungan beberapa orang bahwa Tawakal itu anak dari
Aki Bonok. Aki Bonok sesungguhnya sudah menolak Tawakal anak kandungnya, tapi
ya namanya saja dengungan ya tetap saja muncul. Namun dengungan itu menghilang
begitu saja seiring kenyataan yang ada.
Ada
dengungan lain yang mengatakan Tawakal itu sesungguhnya anak hasil Turney yang
dibuang orang tuanya karena malu. Soalnya kulit dan wajahnya memang seperti
pejabat pada umumnya. Namun ini terbantahkan mengingat tak akan ada yang
membuang anak pejabat meskipun itu anak hasil turney, bahkan ada kebanggaan.
Lihat saja Goros yang mengumumkan bahwa bapaknya itu Abo Langag walau dia hanya
anak hasil turney. Maka inipun menghilang begitu saja, terlebih keluarga Goros
keberatan dengan dengungan ini.
Maka yang bertahan hanyalah Tawakal anak pengikut Hatibi Dibo Mokoagow.
Sesungguhnya pernyataan ini cukup memberatkan Tawakal. Menjadi anak pengikut
Hatibi Dibo Mokoagow berarti anak pemberontak. Pintu untuk mengabdi di luar
jadi petani langsung terkunci. Padahal Tawakal anak yang cerdas. Pengetahuan
keagamaan yang diajarkan Abah Ali sangat cepat dia tangkap. Walau dia tak
begitu menonjol karena memang tidak ditonjolkan. Goros yang sesungguhnya jauh
lebih tua darinya dan sudah saatnya mengalihkan adzan dan qamat pada yang lebih
muda tak pernah memberikan kesempatan itu, terlebih pada Tawakal yang dia
pandang sebagai pesaing.
Namun nampaknya Aki Bonok punya tekad untuk membuat Tawakal menonjol,
tak hanya di kampung Lipu' Dotamonag melainkan di Mongondow. Tawakal sempat
mendengar pembicaraan antara Aki Bonok dan adiknya pada malam Jumat. Aki Bonok
nampak tidak kelelahan walau isi obito yang dia bawa lebih banyak dari
biasanya.
"Jadi Paya, kau simpanlah baik-baik yang aku bawa dari kebun itu.
Cobalah bagaimana caranya agar tidak busuk sampai di hari ahad karena pagi-pagi
akan saya bawa pada tuang Belanda," terdengar suara Aki Bonok.
"Lho, kalau mau dibawa ke Belanda, sebaiknya diantar saja sekarang,
Bonok. Biar masih segar," sambut Paya.
"Tidak. Akan aku bawa hari ahad saja sebelum mereka ke
gereja..."
"Kamu mau apa to, Bonok? Apa kamu mau dimandikan Belandaa? Apa kamu
mau kafir?" potong Paya.
"Mulutmu itu, kalau bicara ya dipikir-pikir. Tak ada yang mau
dimandikan Belanda," bentak Aki Bonok. Sesaat suasana sunyi.
"Maksudku begini, Paya. Tawakal ini cerdas, pisiknyapun pantas. Ya anaknya
pengikut Hatibi Dibo. Nah karena dia cerdas dan pantas maka saya hendak meminta
tolong pada Belanda agar Tawakal bisa diterima di sekolah Belanda. Siapa tahu nanti
dia bisa jadi pejabat walau tentu pejabat kecil saja dahulu."
Terdiam beberapa jenak, kemudian menggelegar tawa dari Ba'ai Paya. Suara
tawa itu seperti tawa yang disimpan-simpan kemudian bobol, mirip bendungan
bobol.
"Jangan marah Bonok, jangan tersinggung ya, hahahaha..."
Ba'ai Paya terus saja tertawa. "Kamu itu ... kamu itu ... kalau
capek ya sana tidur, jangan ngomong ngelantur. Mimpi kok ya mata masih
terbuka begitu, hahaha..."
"Ini susahnya kalian, kalian ini tak pernah punya mimpi,"
bentak Aki Bonok yang disambut tawa Ba'ai Paya.
Setelah itu, Tawakal mendengar dengkuran dari Aki Bonok. Ba'ai Paya
walau terus menertawakan kakaknya namun tetap juga melaksanakan apa yang
diperintahkan Aki Bonok padanya.
Besoknya, di masjid, diumumkan berita yang menggembirakan. Sarekat Islam
yang baru saja menggelar kongres di Manado akan juga meluaskan organisasinya di Mongondow. Organisasi
ini sangat cepat jadi bahan pembicaraan karena Abo' Abraham Patra Mokoginta
mendukung penuh organisasi ini dengan mengangkat Adampe Dolot dari Molinow
sebagai ketuanya. Jika ada kalender maka masyarakat Lipu' Dotamonag akan tahu
bahwa pada saat itu tahun 1923 dan Tawakal telah berusia 6 tahun.
Tawakal sudah diberitahu oleh Abah Ali tentang Sarekat Islam ini.
Awalnya Sarekat Islam hanya perkumpulan para pedagang di Jawa sehingga disebut
Sarekat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Sarekat Islam agar bisa
merangkap seluruh kalangan. Dan karena sekarang Sarekat Islam perlu menegaskan
sikap politiknya yang tak mau bekerjasama dengan Belanda maka ditambahkanlah
kata "partai" sehingga menjadi Partai Sarekat Islam. Abah Ali
menjelaskan itu dengan berapi-api dihadapan Tawakal.
"Engkau harus mendukung gerakan ini, Wakal. Toh orang tuamu telah
menolak bekerjasama dengan Belanda," kata Abah Ali.
Tawakal hanya mengangguk namun baginya kehadiran gerakan Sarekat Islam
tak begitu menarik. Sarekat Islam itu tidak dia ketahui seperti apa, Jawa itu
di mana dan seperti apa orang-orangnya, Tawakal sungguh tak tahu. Dalam lingkup
pergaulannya yang hanya di Lipu' Dotamonag, dia sungguh buta tentang hal itu.
Terlebih dikaitkan dengan tidak ingin bekerjasaama dengan Belanda. Pikiran
dangkal Tawakal menolak pernyataan pihak yang tak ingin bekerjasama dengan
Belanda karena baginya itu tak mungkin. Lha, Datu saja yang kekuasaannya
melingkupi bulud bo lopa' takin balangon, gunung lembah serta lautan, tapi
tetap bekerjasama dengan Belanda walau tetap enggan, apalagi hanya rakyat
jelata. Mata masih terbuka lebar kok ya sudah bicara mimpi--Tawakal ingat kata-kata
Ba'ai Paya.
Yang menjadi buah pikirnya yang sering terbawa dalam mimpi adalah
pembicaraan Aki Bonok. Dia harus bersiap memakai pakaian rapi serta belajar
tentang ilmu di sekolah. Tapi, apakah sekolah yang menurut cerita telah
didirikan oleh tuang Danubeir sejak awal-awal pemerintahan paduka tuang Datu
Cornelis Manoppo itu mau menerimanya? Bagaimana pula jika dia dapat diterima
tapi harus berganti agama?
Walau orang yang selama ini dia dan orang kampung pandang sebagai orang
tuanya adalah pengikut Hatibi Dibo Mokoagow yang berontak terhadap Belanda
namun Tawakal tetap ingin bersekolah di sekolah Belanda. Buat dia, tak ada
gunanya melawan Belanda sekarang. Justeru akan lebih baik jika dia bisa menjadi
pintar dengan bersekola di sekolah Belanda kemudian merubah keadaan. Tapi kalau
syaratnya dia harua berganti agama, jelas Tawakal akan menolak.
Tawakal tak tahan menanti hari ahad.
***
Hari ahad sudah memasuki siang, Aki Bonok yang telah ke rumah orang
Belanda sejak subuh terlihat berjalan gontai. Tawakal yang sedang bermain
dengan kawan-kawannya segera meninggalkan permainan.
"Belanda keparat. Memangnya mereka itu siapa? Lha orang yang tak
diketahui asalnya begitu kok petantang petenteng di bumi para Bogani ini
lho," kata Aki Bonok benar-benae gusar.
"Sudah, Bonok. Jangan diperturutkan hati yang marah, nanti
mengundang celaka," kata Ba'ai Paya yang segera ke dapur membalik air.
"Minum dulu, atur napas dan ceritakanlah dengan perlahan."
Tawakal ingin betul mendengarkan cerita Aki Bonok. Karena itu dia duduk
disudut dapur dan memasang kuping. Tak lama setelah minum, Aki Bonokpun
bercerita.
Sesungguhnya kedatangan Aki Bonok kekediaman Belanda sudahlah tepat.
Sinyo dan Nyonya sedang diberanda menikmati kopi dan makanan lokal.
"Stop," teriak sinyo dari beranda. Aki Bonokpun berhenti walau
sesungguhnya jarak dengan Sinyo dan Nyonya masih jauh. "Kamu orang mau
apa?" tanya Sinyo.
"Hamba mau mengantar ini tuang Sinyo," kata Aki Bonok sambil
memukul-mukul obito yang masih bergelantungan dibahunya.
"Ataaaa," teriak Sinyo Belanda. Tanpa mempedulikan beban
dipunggung, Aki Bonok melangkah cepat. "Kamu orang berhenti," teriak
Sinyo yang langsung membuat Aki Bonok seperti direm menghentikan langkah.
Aki Bonok memandang ke depan, dia baru tahu bahwa yang disebut ATA
bukanlah dia. Dari pintu terlihat seorang yang berpakaian lebih baik darinya
berjalan tergopo-gopo dan membungkuk-bungkuk. Rupanya orang itulah yang disebut
ATA oleh Sinyo.
"Kamu orang
periksa barang yang ata itu bawa!" teriak si Sinyo Belanda pada ATa yang
membungkuk dihadapannya sambil menunjuk pada Aki Bonok.
Aki Bonok
tercekat. Ternyata dia pun disebut juga ATA alias budak. Terselip gundah
dihatinya. Bisa jadi semua rakyat Belanda sebut ATA. Jiwanya ingin berontak,
dia memang hanya orang kampung namun dia bukan ATA. Dia tuangi lipu' yang
merdeka. Darah Aki Bonok bergolak namun secepatnya dia redam. Sepanjang sinyo
Belanda ini tak menyebut ATA pada paduka
tuang Datu maupun para Abo maka tak apalah, lagi pula secepatnya dia sadar
bahwa dia datang untuk meminta sesuatu sehingga harus merunduk.
"Hanya bahan
makanan, tuang Sinyo," kata orang yang disebut Ata tadi, dia agak mencibir
pada Aki Bonok. Aki Bonok membelalak padanya, lha sesama ATA kok ya pakai
mencibir segala.
"Ya kamu
orang bawa ke dapur saja itu bahan makanan," kata si Sinyo Belanda dan
kembali pada posisi santainya.
Orang yang disebut
ATA itu segera mengangkuti barang yang Aki Bonok bawa. Aki Bonok terus saja
berdiri. "Apa lagi yang kamu orang tunggu?" tanya Sinyo Belanda yang
sekarang terdengar lebih santai.
Aki Bonok segera
jongkok dan berjalan jinjit untuk menunjukan niat baik. Setelah dekat, diapun
menghaturkan apa yang dia inginkan.
"Hahahaha,
jadi kamu orang ingin memintaku untuk menyekolahkan anak kucing?
hahahaha..."
"Bukan anak
kucing tuang Sinyo..."
"Kamu orang
gila, kamu orang pigi, jangan sampai aku panggil marsose. Hahaha, dasar ATA.
Hayo nyonya kita masuk, hahaha..."
Aki Bonok
terpukul, dia pulang sambil mengumpat. Langkahnya gontai. Tiba-tiba saja timbul
marahnya pada Belanda, kemarahan luar biasa yang membuatnya hanya bisa
menggerutu.
Mendengar cerita
Aki Bonok, Tawakal bisa membenarkan perlawanan yang dilakukan orang tuanya--itu
jika benar apa yang dikatakan orang bahwa orang tuanya pengikut Hatibi Dibo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan meninggalkan Komentar...
Tapi maaf komentar Anda perlu dimoderasi, bukan untuk menghilangkan hak Anda berkomentar tapi untuk menghindari penggunaan "kalimat2 yang tidak perlu"