Sabtu, 23 April 2011

Pembisik


Dulu, ketika Abdurahman Wahid (almarhum) diberi amanah untuk memimpin Indonesia, banyak yang pesimis. Banyak yang menuding bahwa ini merupakan langkah politik yang gegabah dan salah besar.


Sebagai orang yang awam politik, sayapun berpandangan demikian. Jika untuk menjadi Guru Bangsa, beliau luar biasa layak, tapi tidak untuk memimpin Negara karena berbagai keterbatasan yang ada pada beliau. Namun keawaman saya juga membenarkan langkah ini. Betapa tidak, yang memutuskan itu termasuk Amin Rais dan Yusril Ihza Mahendra yang menurut pandangan saya waktu itu punya pemikiran yang luar biasa idealisnya.
Adalah seorang teman yang mencoba mengambil jalan tengah dan rasional bagi saya, katanya:
“Saya sama sekali tak mempersoalkan Gus Dur nya, saya percaya beliau mampu mengendalikan Negara yang nampaknya sudah sakit ini. Yang saya takutkan justru “pembisiknya” karena mereka ini yang akan mengendalikan Gus Dur sampai ke pengambilan kebijakan.”
Saya termenung cukup lama. Sebagai orang awam, saya terpaksa mengiyakan semua, termasuk apa yang dikatakan oleh kawan saya ini. Saya berusaha diam dan mencoba mengikuti proses.
Di dalam politik, semua by design, kecuali kematian pemimpin yang memang sudah merupakan hak prerogative Allah SWT. Dan walau kita tidak tahu mengapa sampai seorang tukang pijit dari Gus Dur membuat Gus Dur terpaksa harus mundur, namun semua ini adalah kenyataan yang membenarkan apa yang dikatakan oleh teman itu. Ternyata factor utama bukan pada Gus Dur tapi pada pembisiknya.

Tingkat Pendidikan dan Kurangnya Pengalaman Pimpinan
Saat ini, tak hanya di Bolaang Mongondow tingkat pendidikan seorang pemimpin dipersoalkan. Tapi hal ini menggejala di setiap daerah.


Demokrasi yang kita anut memang memberi peluang yang seluas-luasnya bagi setiap warga Negara untuk memilih maupun dipilih dalam alam demokrasi ini. Tinggal tergantung kesiapan dari seorang calon pemimpin. Ketika dia mengatakan siap maka kita harus yakin bahwa dia siap karena dia harus bertanggung jawab pada rakyat yang akan/telah memilihnya.
Dibeberapa daerah, keberadaan seorang kandidat pendidikan formal sudah dipersoalkan sejak awal. Ada juga yang mempersoalkan setelah seorang kandidat pemimpin yang dinilai kurang berpendidikan ternyata memenangkan pertaruangan. Mungkin ini terjadi karena adanya hitung-hitungan politik di mana kandidat yang dipandang kurang berpendidikan tersebut dinilai sebagai lawan yang enteng sehingga tak perlu dipersoalkan sejak awal, bahkan kalau perlu harus didorong agar bisa lolos dari lubang jarum KPU. Namun setelah yang dipandang kurang berpendidikan ini ternyata memenangkan pertarungan, barulah tingkat pendidikan ini dipersoalkan. Satu contoh seperti yang terjadi pada kemenangan pasangan Bersatu dalam Pilkada Bolmong 2 bulan lalu yang persoalannya sekarang sedang berada di MK.
Untuk Pilkada Bolmong ini, seorang teman bertanya tentang pandangan saya. Saya menjawab enteng saja: “Ya, harus diterima. Bagaimanapun itu pilihan rakyat!”
Teman saya ini memandang bahwa jawaban saya merupakan kepasrahan terhadap system yang ada. Namun saya bersungguh-sungguh dengan jawaban itu. Bagi saya, yang paling penting adalah mengikuti system yang ada, dan dalam alam demokrasi kita yang agak longgar memang rakyat yang paling berhak menentukan siapa pucuk pimpinan.
Soal tingkat pendidikan, sesungguhnya bukan persoalan karena cukup banyak contoh pemimpin yang bukan berasal dari kalangan yang dapat mengenyam pendidikan formal yang tinggi namun mereka terbukti sukses. Tapi harus juga diakui bahwa SBM belum begitu terlatih dalam memimpin suatu organisasi dalam suatu wilayah, pun beliau baru sekali ini berinteraksi dengan suatu wilayah yang dari namanya seharusnya merupakan lembaga yang professional (pemerintahan) tapi pada prakteknya merupakan lembaga politis.
Dan dalam kasus ini, saya sependapat dengan teman saya diatas bahwa bukan SBM-nya yang saya takutkan melainkan pembisiknya. Bagaimanapun pembisik yang akan punya peran besar dalam menggiring SBM dalam menentukan suatu kebijakan. Ya, minimal di bulan-bulan atau tahun-tahun pertama beliau memerintah.
Akhirnya, tulisan ini tidak berpretensi untuk mengajak karena memang tak punya kuasa untuk mengajak. Andaipun bisa, maka saya hanya berharap kita tak perlu memperdebatkan persoalan tingkat pendidikan ini terlalu jauh. Justru yang kita harus lakukan saat ini adalah menjaga agar yang berada disekitar Bupati dan Wakil Bupati terpilih ada orang-orang yang tepat, orang-orang yang benar-benar memikirkan bagaimana memajukan daerah dan bukan orang-orang yang sekedar menjilat atau memfitnah sehingga mendapatkan posisi tertentu.
Mari kita belajar dari pengalaman yang telah kita lalui bersama. (Anuar Syukur)

Artikel Terkait:

1 komentar:

  1. MAGDALENA.MOKOGINTA.MOKODONGAN24 April 2011 pukul 06.41

    Ass....for saudara sesama muslim mr.anwar syukur....Dalam menyikapi semua permasalahn2 dilingkgn pemerintah mmg tdk jauh dari yg namanya pembisik....yg hobinya suka ngebisikin sang pemimpin dan spion2nya...Bagi saya pembisik itu layaknya sederajat dgn penjilat dan penuh nafsu2 syaithon....yach klo yg dibisikin yg baik2 dan bagus serta diridhoi o/ ALLAH SWT...sich ndak masalah..artinya kalimat yg disampaikan dan dibisikkan u/ kebenaran bukan u/ tujuan persekongkolan/kejahatan........

    Memang sebaiknya....agar roda pemerintahan berjalan dgn baik...gunakanlah org2 yang baik pula dan ditempatkan pd posisi2 yg sesuai dgn kemmpuan mereka msg2 dan jgn coba2 maksa diri u/ bisa dpt posisi yg bagus dgn cara jadi penjilat....gak ada baik2nya dech org2 seperti itu...yg ada juga akan ketahuan belangnya nti....oke...berjuanglah terus kawan...jgn mudah putus asa msh byk jalan yg terbuka kedepannya...ntuk meraih apa2 yg kalian cita2kn...Dan ingatlah selalu...jgnlah terlalu duniawi...karna hidup cuma sekali maka manfaatknlh hidup ini dijln yg benar2 dan diridhoi o/ ALLAH SWT....MAJU TERUS PANTANG MUNDUR MEMBELA YANG BENAR...OK UTAT hanya sedikit saran...INSYA'ALLAH byk gunanya....#####wass....(TRIPLE M)

    BalasHapus

Silahkan meninggalkan Komentar...
Tapi maaf komentar Anda perlu dimoderasi, bukan untuk menghilangkan hak Anda berkomentar tapi untuk menghindari penggunaan "kalimat2 yang tidak perlu"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Daftar Isi Blog

Teman di FB