Seorang pemimpin harus berani menegur bawahan yang bersikap semena-mena dan tak mempedulikan perintah atasan yang baik |
Manusia sama dihadapan Allah, tak dibedakan atas takhta maupun harta. Allah saja tak membedakan, terlebih kita manusia. Yang Allah gariskan itu hanya adab ketika berhadapan antar manusia...
Itu kata2 seorang senior ketika aku mengikuti Basic
Training di HMI, kata2 yang sama juga aku dengar ketika mengikuti Darul Arqam
Dasar (DAD) saat di Unmuh, pun dikegiatan yang digelar PMII dan organ
kepemudaan lainnya.
Ada keseragaman pemikiran perkataan dalam soal ini.
karena itu aku bisa membenarkan. Pembenaran yang tak hanya sebatas pada
pemikiran dan perkataan tapi juga kucoba mengusahakan dalam perbuatan.
Mungkin karena dorongan kata-kata ini maka tak jarang saya
melanggar kaidah-kaidah ketika menghadap seorang yang dipandang mempunyai kekuasaan,
misalnya dalam soal berpakaian, bersikap, berkata-kata dan lainnya. Tak jarang saya
tak pernah membedakan ketika bersikap. Ini yang membuat saya sering ditegur
oleh kawan-kawan yang memahami protokoler. Walau lisan saya kebanyakan
menyatakan maaf, namun akal saya juga terkadang bertanya: Kenapa? Kan semua sama?
Namun harus juga saya akui bahwa sangat jarang
penguasa yang begitu memperhatikan detail seperti itu. Rata2 mereka hanya
bertanya siapa dan apa latar belakang kita maka mereka pun akan maklum. Pembicaraan
berikutnya adalah keperluan kita menghadap karena mereka biasanya cukup sibuk.
Walau sibuk namun kalau kita dipandang "asyik", biasanya pembicaraan
berlanjut ke kisah yang dipenuhi gelak tawa, sedu sedan, ataupun pembicaraan
yang berkobar-kobar. Kalau kita dipandang "asyik" tapi moment tidak
pas, biasanya kita diusir perlahan tapi dijanjikan untuk diberi waktu luang
suatu saat kelak. Jika kitanya "Nggak Asyik" maka kitapun akan
diusir.
Ini pengalaman saya selama melang-lang di Jawa.
Pejabat itu umumnya "asyik" bagi saya, yang "nggak asyik"
itu oknum2 tertentu yang mempunyai beragam pandangan, baik terkait aturan,
terkait dengan kita, maupun terkait dengan apa yang kita bawa. Jika hanya
terkait aturan, memang cukup menyebalkan. Apalagi terkai dengan lain2 itu.
Biasanya, pucuk pimpinan akan menjanjikan sesuatu
terkait usulan yang kita ajukan atau usulan yang kita minta. Ada yang memang sekedar janji, ada yang memang janjinya
rinci. Pihak tertentu bisa mewujudkan walau itu hanya dijanjikan, namun saya
tidak. Bahkan janji yang rinci sekalipun tak bisa saya wujudkan kalau para
pelaksana mulai bermain pingpong di mana saya jadi bolanya.
Dalam permainan pimpong ini, memang akan susah menang
jika kita gampang menyerah. Permasalahannya, usulan kita yang menjadi meja
pimpong dan kita yang menjadi bolanya. Sementara para pelaksana dari pimpinan
menjadi pemainnya, mereka bermain demikian cantik dan saling bekerjasama erat
sehingga meja dan bola pimpong pun kalah atau tepatnya mengalah. Sedangkan
dalam jurus tukang potong, apa yang kita usulkan akan dipotong-potong sampai
nyaris tak tersisa, walaupun kita sebenarnya sudah diberi porsi oleh pimpinan.
Sejujurnya saya kebanyakan mengalah jika permainan
sudah seperti ini. Sangat sering saya memilih mengalah daripada mencoba
berjuang sebisa kita.
Saya mengakui ini bukan dilakukan oleh pucuk pimpinan
melainkan pelaksana ditingkat bawah. Namun pucuk pimpinan tentu tak bisa
berlepas diri begitu saja. Bahkan kebanyakan sasaran kritik akan tertuju
padanya. Pengkritisan semacam ini sah dan wajar mengingat pucuk pimpinan
merupakan panglima yang tak hanya mengayomi rakyatnya tapi juga
bertanggungjawab atas apapun yang dilakukan bawahannya.
Saya pribadi mencoba proporsional dalam melihat hal
ini. Jika persoalan seperti ini hanya berlaku sekali maka mungkin yang salah
bawahan, kalau berlaku sudah berulang kali maka bisa jadi atasan juga punya
andil dalam kesalahan. Bahkan saya menduga atasan memang sengaja menyetujui
usulan kita kemudian dia sendiri yang meminta pada bawahan untuk mengcancel hal itu.
Mengingat semua persoalan akan bermuara pada pemimpin
maka ada baiknya pemimpin bertindak tegas terhadap bawahan yang keliru
menerapkan keinginannya. Tentu keinginannya yang baik untuk semua. Jika begini,
saya meyakini apa yang diinginkan seorang pemimpin akan terwujud. Wallahualam biswahab
(Anuar Syukur, owner RUMAH
DINANGOI—tempat diskusi dan kuliner SERBA MONGONDOW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan meninggalkan Komentar...
Tapi maaf komentar Anda perlu dimoderasi, bukan untuk menghilangkan hak Anda berkomentar tapi untuk menghindari penggunaan "kalimat2 yang tidak perlu"