Selasa, 05 Oktober 2010

Silat kata antara Aku dan Efendi Abdul Kadir

Benahi Infrastruktur
Jawaban Tulisan Anwar Sukur
Oleh: Efendy Abdul Kadir

SETELAH membaca tulisan Anwar Sukur pada Sabtu (2/10), dalam pemahaman saya, sebaiknya Anwar duduk, berfikir sambil membuat puisi untuk dirinya sendiri. Selaku Mantan Ketua Umum HMI Cabang Bolmong dan saat ini menjabat Ketua Harian Majelis Daerah Alumni HMI Bolmong, saya tidak pernah menemui kader hijau hitam atau aktivis HMI seperti ini, tidak ada model kader HMI yang perkataannya tidak karuan dan asal-asalan seperti Anwar Sukur. Mungkin dia ini cuman kelompok penggembira ketika HMI berada di suatu tempat melaksanakan agenda kegiatan organisasi. Perlu Anwar Sukur ketahui bahwa setiap
aktivis HMI bertindak dan melakukan sesuatu selalu dikedepankan nilai berpikir secara intelektual dan ilmiah serta analisa dan kajian komprehensif, bukan asal-asalan seperti menabrak tembok. Untuk itu saya sarankan Anwar lebih banyak belajar lagi soal aturan dan referensi perundang-undangan terutama tentang peraturan daerah, undang-undang pemekaran walaupun secara akademis Anwar seorang sarjana hukum. Soal kepindahan pemerintahan diributkan oleh segelintir pemuda Lolak dengan cara pemaksaan kepada Pemkab Bolmong perlu disikapi elemen masyarakat Bolmong lainnya, sebab sudah mengarah pada proses pelayanan publik. Artinya pemaksaan pemindahan pusat pemerintahan Bolmong ini dengan infrastruktur masih memprihatinkan serta bangunan di Desa Lolak tidak memadai untuk dijadikan kantor pemerintahan. Jelas ini akan mengganggu proses pelayanan publik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini. Secara yuridis saya selaku pimpinan Lembaga Pemantau Kinerja Eksekutif dan Legislatif (LPKEL) Reformasi jelas menantang sikap pemuda Lolak ini, yang selalu mengedepankan nilai-nilai arogansi dan pemaksaan kepada pemerintah kabupaten dan ini sangat jelas mengganggu stabilitas pemerintahan dan mengganggu proses pelayanan kepada masyarakat. Ini yang dibela LSM, bukan membela pemerintah seperti yang dikatakan oleh yang mengaku kader HMI Anwar Sukur. Selanjutnya persoalan dikedepankan oleh LSM dan OKP se Bolmong Raya tentang pemindahan ibukota Bolmong ke Lolayan atau Dumoga itu benar, jika pemuda selalu mempolemikkan dan memaksakan pemindahan pemerintahan secara otoriter. Ingat, pemuda Dumoga tidak akan menyetujui pemindahan sebelum infrastruktur yang menghubungkan Lolak dan Dumoga Raya belum diperbaiki. Ini jelas disampaikan Yani Tuuk yang mewakili pemuda Dumoga Bersatu dan kapasitasnya selaku anggota DPRD Bolmong dapil Dumoga Bersatu. Ini yang perlu diketahui Awar Sukur, makanya saya sarankan jangan asal bicara. Selaku LSM yang memfasilitasi kepentingan rakyat, kami tahu persis apa yang diinginkan oleh rakyat dan terbaik bagi mereka. Soal perkataan Anwar agar Bupati menegur saya, maka soal kepindahan ke Lolayan atau ke Dumoga, kami selaku LSM dan OKP telah sampaikan ke Bupati dan Bupati menaggapinya dengan senyum. Walaupun senyuman Bupati bukan berarti menerima atau menolak, tapi akan tetap mau berjuang memindahkan ibukota ke Kecamatan Lolayan atau Dumoga sebab eks Lapangan Terbang Mopait bisa dijadikan pusat perkantoran Pemkab Bolmong atau Kelurahan Imandi di Dumoga.
Sebenarnya kami tidak mempersalahkan Lolak sebagai ibukota kabupaten, tapi kalau dengan cara-cara kasar seperti ini, maka sebaiknya dipindahkan. Soal cost atau biaya pemindahan ibukota itu sudah menjadi kewajiban setiap daerah, tidak perlu diributkan lagi. Jangankan ibukota Bolmong yang mau dipindah, ibukota Negara Jakarta saja sudah diwacanakan pindah ke Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, apalagi cuma Lolak. Untuk itu, terakhir saya minta kepada Anwar, agar tidak perlu menggurui orang lain atau siapa di Bolmong ini, daerah Totabuan yang merupakan daerah kelahiran saya dari ibukandung saya yang bermarga Mokodongan-Mokodompit asal Desa Bintau Kecamatan Passi Barat, saya harus jaga dan majukan daerah ini. (*)
===============================================================================
Jawabanku:

ARGUMEN LUCU AFENDI ABDUL KADIR
(Sebuah Tanggapan Balik)


Alhamdulillah tulisan saya yang berjudul “POLEMIK LOLAK MEMIRISKAN” yang dimuat harian ini hari Sabtu (02/10/00) mendapat tanggapan dari Efendi Abdul Kadir. Hari ini (Selasa 5/10/00), di Radar Totabuan, Efendi Abdul Kadir menulis dengan judul bagus: BENAHI INFRASTRUKTUR (Jawaban Tulisan Anwar Syukur).
Saya harus berterimakasih pada “mener” Efendi karena beliau menuliskan tanggapannya. Tanggapan ini selain memotivasi saya untuk terus menulis persoalan di daerah saya tercinta sesuai apa yang saya lihat dan rasakan, juga membuat saya dapat memahami pemikiran seorang Efendi Abdul Kadir. Dan walau beberapa kawan menyarankan agar tak usah menanggapi apa pun argument dari seorang Efendi Abdul Kadir karena akan buang-buang energi namun saya tetap berusaha menanggapi sebagai bentuk penghormatan pada beliau.
Tulisan Efendi Abdul Kadir diawali dengan meminta saya agar duduk berfikir sambil membuat puisi untuk diri sendiri. Banyak tafsir untuk ini, bisa jadi beliau mempersoalkan keberadaan saya sebagai penulis cerita yang kemudian menanggapi polemic lolak yang menurut beliau bukan bidang saya. Atau bisa jadi saya dikatakan narsis karena membuat puisi untuk diri sendiri. Apa pun maksud permintaannya itu, seharusnya saya marah namun permintaan ini justru menyejukan. Selain keberadaan saya sebagai penulis cerita berarti diakui (ini juga membuktikan bahwa saya tidak narsis), juga permintaan beliau ini merupakan bandul yang menghantam dirinya sendiri. Terkait dengan ini, saya ingin bertanya: siapa yang narsis “mener”? Saya atau anda?
Selanjutnya beliau mempersoalkan keberadaan saya sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Kata beliau, sebagai mantan Ketum HMI Cabang Bolmong dan saat ini menjabat Ketua Harian Majelis Daerah Alumni HMI Bolmong, beliau tidak mendapatkan kader HMI seperti saya. Wajar saja mengingat aktivitas ke-HMI-an saya berada di luar Bolaang Mongondow dan saya bersyukur atas itu. Saya dengan Efendi Abdul Kadir sezaman, kalau saya jadi aktivis HMI Bolmong yang berarti akan dibawa binaan Efendi Abdul Kadir, saya takut pikiran saya akan teracuni dengan cara berpikir serta bertindak seperti dia. Jelaslah saya akan rugi dan saya tak mau rugi!
Saya tak ingin berdebat lebih soal ke-HMI-an saya, apakah saya hanya penggembira atau aktif didalamnya. Silahkan Efendi Abdul Kadir menelusuri jejak saya di Bogor sejak 1995-1998 dan di Malang sejak 1998-2005. Saya tak ingin mengurai banyak hal soal ini karena saya bukanlah orang yang narsis!
Persoalannya akan agak serius ketika Anda bilang bahwa cara berpikir saya tidak seperti aktivis HMI yang mengedepankan nilai berpikir secara intelektual dan ilmiah serta analisa dan kajian komprehensi. Saya dipandang menabrak tembok dan disarankan untuk belajar lagi soal aturan walau saya seorang Sarjana Hukum.
Pertama, saya memang kesusahan karena menabrak tembok yaitu Efendi Abdul Kadir dan argumennya. Andalah tembok itu Efendi Abdul Kadir!
Kedua, Alhamdulillah walau tertatih-tatih namun saya menamatkan kuliah saya dan saya belajar untuk itu. Begitu “mener”!
Dengan sangat hormat, saya meminta anda membaca dengan baik (kalau bisa berulang-ulang), menelaah dengan seksama, kemudian berkomentar. Ingat, anda adalah mantan Ketum HMI Cabang Bolmong dan sekarang Ketua Harian Presidium KAHMI Bolmong seperti yang anda tuliskan. Anggaplah saya hanya penggembira selama aktif di HMI dan membaca tanggapan anda, saya sebagai penggembira di HMI menjadi malu sendiri.
Sebenarnya inti dari tulisan saya adalah ingin mengingatkan anda agar tidak mengeluarkan statement yang akan memecah belah persatuan di Bolaang Mongondow. Dan pernyataan anda bahwa akan diperjuangkan agar ibu kota dipindahkan dari Lolak ke Dumoga atau Lolayan kalau masyarakat Lolak terus menuntut pemungsian Lolak sebagai ibu kota, jelas akan memunculkan perpecahan.
Saya sangat kaget begitu mendapat telepon dari beberapa teman dari Dumoga yang terprovokasi oleh statement anda. Mereka jadi berharap ibu kota bisa pindah ke sana. Masyarakat Lolayanpun demikian. Masyarakat Lolak jelas akan melawan. Jika sudah begini, bisa terjadi pertarungan di tingkat akar rumput.
Bagi beberapa orang, statement anda hanya opini yang bisa esoknya berganti. Namun bagi saya tidak sekadar itu, terlebih hampir semua wilayah di Bolaang Mongondow memang menginginkan wilayahnya menjadi ibu kota. Opini anda harus dicegah sebelum opini itu ditangkap dan diperjuangkan oleh masyarakat di masing-masing wilayah. Anda bermain api, aku mencegah agar api itu tidak membakar segalanya.
Kalau api itu sampai berkembang, jelas cost sosialnya akan tinggi. “Cost social” yang saya bicarakan, “mener” Efendi Abdul Kadir, bukan soal “cost atau biaya pemindahan ibu kota” seperti yang anda tuliskan dalam tanggapan. Kalau soal biaya pemindahan ibu kota, saya tak mau mempersoalkan!
Karena itu saya memandang pemanfaatan Lolak sebagai ibu kota sesegera mungkin sebagai jalan keluar untuk mengatasi polemic serta mencegah munculnya statmen aneh yang anproduktif.
Saya tahu bahwa statement Efendi Abdul Kadir untuk melawan tuntutan masyarakat Lolak yang ingin pemindahan ibu kota segera. Dan saya tak ingin menanggapi perdebatan mereka sepanjang perdebatan itu tak memunculkan polemic baru yang akan mengadu domba masyarakat.
Saya sebagai penggembira ketika jadi aktivis dan tak berpikir secara intelektual dan tak begitu memahami hukum walau saya Sarjana Hukum—seperti yang dikatakan Efendi Abdul Kadir, justru heran mengapa seorang “mener” melontarkan statement seperti itu. Saya pikir orang seperti Efendi Abdul Kadir punya segudang ide yang solutif dan memajukan. Tapi saya menemukan kenyataan lain.
Saya justru salut dengan gagasan yang bersifat solusi, seperti yang penyebaran SKPD walau ibu kota tetap Lolak seperti yang dikemukakan ketua Suara Bogani, Rafik Mokodongan. Gagasan ini bukan sekadar solutif tapi juga akan memajukan jika SKPD ditempatkan diwilayah yang memang berpotensi suatu SKPD berkembang.
Terakhir, saya tak ingin menggurui anda, dan bagaimana juga seorang Anuar Syukur menggurui seorang “mener”? Tapi kalau boleh saya sarankan agar anda belajar lagi cara membaca sebuah tulisan sehingga anda tidak membabi buta dalam menanggapi dan membuat anda bisa berwibawa. Kalau seorang Anuar Syukur ya tak perlu memasang wibawa karena hanya penggembira saat aktif di HMI, namun bagi anda yang peran di HMI sangat jelas menjaga wibawa haruslah!
Dan pada pembaca, saya mohon maaf karena tidak semua tanggapan Efendi Abdul Kadir saya jawab, selain tak terkait dengan saya, juga akan membuka polemic baru. Ya, tak enaklah kalau pembaca selalu disajikan argumentasi-argumentasi lucu, entah dari saya maupun yang lainnya.
***
Anuar Syukur, SH
Putra Bolaang Mongondow
Kader HMI Bogor dan Malang

Artikel Terkait:

2 komentar:

  1. menurut saya, kalau menunggu infrastruktur dibenahi lagi, tentu proses pemindahan ibukota & SKPD masih akan lama lagi.Bukan salah masyarakat lolak kalau infrastruktur (kantor Bupati & SKPD Lainnya ) belum siap.padahal proses pembuatan kantor bupati sdh lama sekali.contohlah bolmut,bolsel dan boltim.Walaupun minim infrastruktur,tapi karena niat yang baik serta adanya kerjasama dari semua pihak sehingga mereka (3 Kabupaten) sudah sangat maju.Semua tergantung dari niat.Dan paling bagus,sekarang ini bukan lagi jamannya "Cari muka" lagi.Sekarang jamannya membangun dan bekerjasama.Sangat lucu,jika hari-hari muncul di koran,tapi tidak pernah melakukan sesuatu untuk membangun bolmong apalagi untuk kedepan.....Koran bukan hanya milik segelintir orang,begitu juga dengan bolmong.Jadi, lebih baik berbuat jangan menjadi tukang hujat

    BalasHapus
  2. hahahaha aku teringat demo aliansi perempuan yang di pimpin oleh efendi abdul kadir../ending..

    BalasHapus

Silahkan meninggalkan Komentar...
Tapi maaf komentar Anda perlu dimoderasi, bukan untuk menghilangkan hak Anda berkomentar tapi untuk menghindari penggunaan "kalimat2 yang tidak perlu"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Daftar Isi Blog

Teman di FB