Selasa, 03 Mei 2011

Orang Kota

Sebelum masuk ke persoalan lain yang entah lebih serius atau sebaliknya, lebih dulu kuperkenalkan Kotamobagu. Mengapa? Karena bicara Bolaang Mongondow tak akan lepas dari Kotamobagu alias Kotamobagu merupakan perwakilan dari Bolaang Mongondow. Ya, miriplah dengan Surabaya untuk Jatim, Bandung untuk Jabar, Medan untuk Sumut, atau Manado untuk Sulut.
Tapi, maaf ni yah, untuk yang terakhir itu—Manado untuk Sulut, di Sulut sendiri ternyat masih lebih hebat Kotamobagu dibandingkan Manado. Kalau mau membuktikan, coba saja ke Manado dan tanya pada siapapun mobil yang bisa membawa Anda ke “kota”, Insya Allah Anda akan dibawa ke pangkalan mobil yang akan membawa Anda ke tempatku.
Luar biasa kan? Hehehe
Aku tahu pertanyaan yang ada dibenakmu yang menyebabkan keningmu berkerut itu. Engkau pasti berpikir keras mengapa sampai begitu. Engkau mungkin menduga Manado itu Kotamobagu dan aku pastikan jika engkau salah jika berpikiran begitu.
Perjalanan dari Manado ke Kotamobagu memakan waktu sekitar 3,5 jam—mungkin jaraknya seperti dari Surabaya ke Blitar atau Jakarta ke Bandung yang tentu diukur dalam kondisi normal di mana kemacetan harus kita hilangkan. Cukup jauh juga, kan?
Nah, terlihat kau semakin heran. Engkau mungkin bertanya, kalau Kotamobagu lebih hebat sehingga orang Manado pun bilang akan ke “Kota” kalau ke Kotamobagu dan sebaliknya hanya sekedar ke Manado jika ke Manado, mengapa Kotamobagu tidak menjadi ibu kota Provinsi di utara Sulawesi ini?
Ah, jawaban untuk itu bisa diuraikan panjang lebar di sini. Uraiannya mencakup masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Aspek sejarah, budaya, politik, dan lain-lain akan melengkapi pembahasan kita.
Yang jelas, Kotamobagu ternyata lebih hebat dari Manado dan itu bukan orang Kotamobagu yang mengatakan tapi orang-orang dibekas wilayah Sulawesi Utara—termasuk Gorontalo. Jika menuju ke Bolaang Mongondow maka akan dikatakan “ke Kota” sedangkan orang-orang Bolaang Mongondow akan disebut “orang Kota”.
Oh yach, agar tidak tambah membingungkan, sebaiknya diuraikan dulu keterkaitan antara Kotamobagu dan Bolaang Mongondow. Seperti diuraikan diawal, Bolaang Mongondow tak bisa dilepaskan dari Kotamobagu dan akan selalu begitu apa pun yang terjadi pada wilayah yang sekarang telah dimekarkan menjadi 4 Kabupaten dan 1 Kota ini.
Kotamobagu berarti KOTA BARU, walau demikian Kotamobagu sebenarnya tergolong Kota Tua dari segi usia. Kotamobagu dilahirkan dari rahim devide et impera Belanda yang kebingungan menghadapi perlawanan penguasa dan rakyat Bolaang Mongondow. Tentang perlawanan ini akan dibahas di bagian lain.
Kotamobagu dibentuk pada tahun 1911, awalnya dinamakan KOTABARU karena Belanda ingin Kotamobagu menjadi pusat keramaian dari segala pelosok nusantara yang kebanyakan memakai bahasa melayu sebagai bahasa perantara. Namun KOTABARU gagal gara-gara kuda sehingga namanya diganti dan dipatenkan menjadi Kotamobagu. Tentang pengaruh kuda dalam penamaan Kotamobagu ini akan dibahas di bagian lain.
Sejak tahun 1911, Kotamobagu menjadi pusat Bolaang Mongondow. Sebenarnya sih, dari kalau kita mengkaji dari sudut sejarah maka Bolaang Mongondow dirugikan dengan berpindahnya pusat Bolaang Mongondow ke Kotamobagu—satu hal yang jelas merugikan karena Kotamobagu lahir karena politik colonial Belanda.
Tapi bagaimanapun aku tetap bangga menjadi orang Kotamobagu sebab tetap saja kami disebut “Orang Kota”, hehehe. Dengan penyebutan “Kota” maka tentu bisa dibayangkan seperti apa intau in Bolaang Mongondow ini. Tentu yang akan ada dibenak Tuan dan Puan adalah suatu wilayah perkotaan yang cosmopolitan, sudah luar biasa maju dengan peradaban yang tinggi.
Apa benar demikian?
Hehehe, jadi malu kalau harus menguraikan hal ini. Tapi, atas nama kejujuran maka baiklah hal ini kami ungkapkan.
Seorang teman yang ingin ke daerah kami, katanya ingin melihat danau Mo’oat, Malelang, Pantai Modisi, dan beberapa daerah yang sempat kami tuliskan terkaget-kaget plus antusias begitu kami uraikan bagaimana perjalanan ke daerah kami yang “Kota” ini.
Dengan jujur kami katakana padanya bahwa ada dua jalan untuk mendatangi daerah kami. Lewat jalan udara yang kurang lebih memakan waktu 3-3,5 jam penerbangan, atau melalui laut yang memakan waktu kurang lebih 4 hari 4 malam – 4 hari 5 malam mengarungi lautan. Jika Anda benar-benar pelancong maka sebaiknya melalui jalur laut saja karena tempat persinggahan atau transitnya sungguh eskotik—di mulai dari pelabuhan Makasar, Bau-bau, Pantoloan, sampai berakhir di Bitung yang setiap transit memakan waktu sampai 6 jam. Kalau lewat udara, bisa dikatakan hanya dari bandara ke bandara Samratulangi yang diantaranya hanya awan saja—andaipun transit hanya ada waktu beberapa menit dan kemudian terbang lagi.
Sesampainya di bandara Samratulangi untuk perjalanan lewat udara, atau pelabuhan Bitung untuk perjalanan lewat laut, maka Anda dapat meneruskan perjalanan melalui darat yang memakan waktu kurang lebih 3-3,5 jam. Jangan cemas, sesampainya di bandara atau pelabuhan, panggil saja taksi dan katakana “Saya mau ke Kota”, pasti mereka akan mengantarkan ke daerah saya dengan selamat—akan lebih selamat lagi jika Anda datang bersama Slamet, hehehe.
Oh yah, satu lagi, sebisa mungkin perjalanan Tuan dan Puan dari bandara Samratulangi atau pelabuhan Bitung dilakukan siang hari agar nampak pada Anda pemandangan sepanjang daerah kami yang masih diselingi rimbunnya hutan maupun hamparan birunya laut. Setelah melewati semua itu maka akan sampailah Tuan dan Puan ke tempat kami, “orang Kota” ini.
Selamat datang di Kotamobagu, kami menyambut Tuan dan Puan sekalian dengan sambutan leluhur kami, dega’ niondon.
Apa Kotamobagu, Kotaku ini seperti yang Anda bayangkan? Biar lebih enak, kita buka bagian baru saja yach..

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan Komentar...
Tapi maaf komentar Anda perlu dimoderasi, bukan untuk menghilangkan hak Anda berkomentar tapi untuk menghindari penggunaan "kalimat2 yang tidak perlu"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Daftar Isi Blog

Teman di FB