Senin, 06 September 2010

JEFRI TUMELAP


Muda, Sederhana, Cerdas, Bijak

“Maaf, Pak Anuar, saya masih mampir-mampir. Mungkin jam 11 baru saya sampai di Kota. Dan waktu ketemua kaya’nya cuma malam ini karena besok agenda saya padat. Bagaimana kalau kita ngobrol di Tumuyu’, soalnya yang di Kota sudah tutup semua.”
“Sebenarnya bisa, Pak. Tapi saya di Motoboi Kecil.”
“Tidak apa-apa, nanti saya jemput.”
Demikian pembicaraan saya dengan Jefri Tumelap, di sela-sela sinyal yang timbul tenggelam. Saya pun menunggu di depan rumah yang gelap karena lampu mati sejak sore.
Kami belum pernah ketemu namun aku yakin akan mudah mengenali walau kepekatan menyelimuti malam. Beliau hendak mencalonkan diri menjadi Wakil Bupati di Bolaang Mongondow 2011 nanti, sesuai yang kulihat dari mereka yang terjun ke panggung politik, mereka biasanya akan berombong. Tentu Pak Jefri akan sama dengan yang lain, terlebih beliau bilang bahwa beliau masih mampir di kampung-kampung sepanjang Poigar sampai Lobong.
Cukup lama aku menunggu padahal beliau bilang sudah memasuki Mongkonai, seharusnya tak selama ini aku menunggu. Tapi tak ada rombongan mobil. Yang sempat aku lihat hanya mobil berwarna putih yang merangkak pelan ke Poyowa Kecil namun aku tak begitu memperhatikan. Aku tetap yakin beliau bersama rombongan, ya minimal 2 mobillah.
“”Pak, di tempat yang mati lampunya ya? Apa belum terlewati, soalnya saya sudah di Poyowa Kecil ini.” Itu bunyi sms beliau karena menelepon memang sinyal susah.
Wah, rupanya memang mobil putih tadi. Lewat sms kuminta beliau balik. Ternyata benar, Pak Jefri di mobil putih itu.
“Kita cuma berkenalan di facebook,” kata beliau ramah sambil menyalami saya. Saya mencoba mengingat namun tak terbayang karena saya punya hampir 1000 teman di facebook.
Ini pertemuan pertama saya dengan beliau, pertemuan yang penuh semangat kekeluargaan dan pertemanan. Pertemuan ini menjawab tanya saya tentang kehadirannya tidak bersama rombongan. Beliau masih muda, seumuran dengan saya, wajar jika tak seperti prediksi saya.
Tak lama kami berbasa-basi, berikutnya masuk ke diskusi yang cukup serius dan kritisi. Nyaris tak ada pembicaraan yang mengarah ke politik yang biasa selalu jadi pembicaraan hangat dengan para politisi, misalnya kendaraan politik maupun kekurangan lawan.
“Bolaang Mongondow ini luar biasa, selain indah, juga mengandung begitu banyak potensi. Ini yang harus kita gali agar bisa benar-benar mensejahterakan rakyat,” kata beliau.
Berikutnya, meluncur berbagai pandangan beliau yang bisa dilakukan dalam mengelola sumberdaya yang ada. Bahkan saat makan pun kami masih berbincang tentang pandangan beliau.
Beberapa kali hp beliau berdering, beliau angkat, mengatakan sesuatu dan kami melanjutkan diskusi. Aku jadi sungkan. Jam sudah menunjukan setengah satu, berarti sudah satu jam lebih kami berbincang.
“Nampaknya Pak Jefri sedang dinanti di tempat lain,” kata saya.
“Sebenarnya begitu, Pak Anuar. Saya masih mampir-mampir sebelum sampai di Tambun. Tapi pembicaraan kita menarik,” kata beliau.
Akhirnya, kamipun berpisah. Di dalam mobil yang mengantar saya pulang sebelum beliau saya sempat memancing beliau: “Banyak yang memprediksi jika Pak Jefri maju sebagai calon Bupati, kemungkinan menang bisa terjadi.”
Beliau terlihat serius mendengar pertanyaan saya. “Itu mungkin bisa terjadi, Pak, karena di dalam politik segala kemungkinan bisa terjadi. Tapi mungkin juga akan memunculkan konflik social yang besar, yang tak bisa kita tanggung. Saya tak ingin ini terjadi karena untuk apa kemenangan kalau kita hanya mengurusi konflik dan tak bisa bersama-sama membangun daerah. Karena itu, sampai detik ini saya masih berniat untuk mencalonkan sebagai Wakil Bupati,” tegasnya.
Beliau juga bilang bahwa beliau membuka diri untuk berdiskusi dengan mereka yang ingin maju sebagai calon Bupati.
“Komunikasi dalam menyamakan persepsi sangat perlu dilakukan karena target saya bukan sekadar menang tapi bisa sama-sama membangun daerah kita ini,” ujar beliau.
***
Saat dirumah, saya sempat merenung. Saya baru sadar bahwa saya hanya mengenal beliau yang muda, kesederhanaan beliau yang berjalan hanya dengan sopir dengan seorang yang lebih muda dari beliau yang aku lupa menanyakan nama dan peranannya, kecerdasannya yang tak hanya baik dari sudut IQ tapi juga EQ karena beliau bisa menangkap keresahan rakyat—termasuk keresahan saya—dalam memandang daerah dan beliau memberikan solusi, juga beliau bijak dengan memperhatikan ekses negative dari politik walau peluang besar.
Selebihnya, jujur aku tak mengorek karena memang terbuai dengan diskusi yang kritis itu. Dan saya pun mencari beliau di facebook dan benar ternyata beliau telah berteman dengan saya di fb. Data beliau yg lain saya ambil dari sini.

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan Komentar...
Tapi maaf komentar Anda perlu dimoderasi, bukan untuk menghilangkan hak Anda berkomentar tapi untuk menghindari penggunaan "kalimat2 yang tidak perlu"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Daftar Isi Blog

Teman di FB