Kamis, 01 Maret 2012

Bom Waktu di Pasar Serasi

Salah satu Lippo Mall di Cikarang

Kehadiran Lippo Mall sejak awal bermasalah. Penolakan telah muncul sejak berakhirnya Pilkada Bolmong. Di grup FB Pinotaba, persoalan perlu-tidaknya kehadiran mall ini menjadi pembahasan yang hangat tapi cenderung ke panas. Saya sendiri memang condong ke kehadiran Lippo Mall yang menurutku bukan sekedar perlu tetapi penting mengingat posisi Kotamobagu. Dengan berkembangnya daerah sekitar, Kotamobagu perlu berkreasi agar tidak mati. Kehadiran Lippo Mall akan sama seperti gula yang akan dikerubungi semut. Mengingat posisi Kotamobagu, saya memperhitungkan Lippo Mall bukan hanya menarik konsumen dari Bolaang Mongondow Raya tapi juga dari Minahasa Selatan dan Minahasa Tenggara.

Selain itu, kehadiran Lippo diyakini akan menarik investor lain. Nama besar Lippo diperhitungkan akan memunculkan kepercayaan investor dalam berinvestasi di tanah Totabuan. Keuntungannya bukan hanya untuk Kotamobagu tapi juga untuk Bolaang Mongondow Raya.
Nyaris semua berpikiran yang sama. Hanya tempat yang menjadi kendala. Saya sempat berdiskusi dengan beberapa pihak yang mengetahui persoalan ini dan mengusulkan agar pembangunan Lippo Mall dipindahkan saja dari pasar Serasi. Tetapi saya mendapat jawaban bahwa yang diinginkan Lippo hanya pasar Serasi—tentu dengan segala pertimbangan dan perhitungan karena bagaimanapun perusahaan besar sekelas Lippo harus memperhitungkan semua factor.
Sebagian pihak tidak menerima peralihan fungsi pasar Serasi ini. Perdebatan soal penggusuran pasar Serasi untuk dijadikan Lippo Mall ini telah menimbulkan rentetan kejadian yang tak hanya membuat Kotamobagu menjadi panas, tapi juga daerah sekitar. Dampaknya, pembahasan bukan lagi sekedar persoalan ekonomi tapi sudah terkait politik, hukum, bahkan budaya. Tiga dampak yang disebutkan terakhir ini menurut saya merupakan dampak ikutan yang sudah melenceng dari pokok masalah.
Saya pribadi, Dengan mengesampingkan dampak ikutan tersebut, saya tetap berpendirian bahwa kehadiran Lippo Mall sangat penting untuk pembangunan daerah. Dirubahnya pasar Serasi untuk kepentingan ini tak menjadi masalah. Ini harga yang harus kita bayar untuk bisa lebih maju lagi. Karena bagaimanapu kita harus berkorban untuk kemajuan yang kita ingin capai. Apalagi Pemkot telah menyiapkan 2 pasar penyangga (pasar Genggulang dan pasar Poyowa Kecil) dan sedang menyiapkan 1 pasar lagi di Moyag. Dan pada hemat saya, pasar penyangga yang mengelilingi pusat Kotamobagu di mana akan didirikan Lippo Mall akan lebih menguntungkan pedagang kecil yang berada di pasar penyangga. Lippo Mall itu akan menjadi target pengunjung, di sana akan menjadi pusat keramaian. Pengunjung yang ke Lippo Mall akan bertemu lebih dulu dengan pasar tradisional. Ini akan berbeda jika Lippo Mall dibangun dikawasan pinggiran Kota.
Saya mendiskusikan ini dengan kawan-kawan yang berkunjung ke RUMAH DINANGOI, maupun dalam pertemuan lainnya. Tentu tetap ada pro dan kontra terhadap pemikiran saya, dan itu wajar.

Bom Waktu
Terlepas dari pro-kontra terhadap pemikiran saya, saya justru melihat masalah yang lebih besar lagi. Karena masalah ini, hadir tulisan ini.
Pasar Poyowa Kecil salah satu tempat merelokasi
merelokasi pedagang pasar Serasi
Benturan antara Pemerintah dengan kelompok pedagang yang bertahan bersama kelompok massa yang membela mereka memang patut disayangkan. Terlebih benturan ini telah menimbulkan korban yang dirawat di rumah sakit. Ini sudah memprihatinkan. Tapi akan lebih memprihatinkan lagi ketika terjadi benturan antar masyarakat. Dan ini wajib dicegah.
Setiap hari, kebanyakan masyarakat membutuhkan bahan lauk pauk untuk makan. Ketersediaannya dipenuhi oleh pasar Serasi, 2 pasar penyangga serta pedagang keliling (mas-mas). Pembagian ini sangat merugikan pedagang di 2 pasar penyangga. Belum lagi ketika kita bicara kebutuhan yang hanya didapatkan di pasar di mana konsumen masih tetap menjadikan pasar serasi sebagai sasaran.
Saya sempat ke pasar Poyowa Kecil untuk memotret menjelang pasar ini akan difungsikan. Saya mendapatkan emosi kegembiraan yang meluap dari para pedagang, baik pedagang baru maupun pindahan dari pasar Serasi. Tentu saja mereka gembira karena mereka akan menjadi pusat ekonomi baru. Bahkan ada kata-kata yang tak perlu diungkapkan di sini yang dialamatkan pada saya. Itu terjadi akhir September 2011.
Waktu pun berganti, pasar masih sepi. Waktu terus, pasar pun terus sepi. Apa sebab? Ini yang menjadi pertanyaan pedagang di dua pasar penyangga. Dan ditemukanlah bahwa konsumen masih terkosentrasi di pasar Serasi.
Para pedagang sebenarnya berharap ditemukan jalan yang tepat agar pasar mereka ramai tanpa menyoal keberadaan pasar Serasi. Tapi cukup susah. Mereka sadar bahwa konsumen akan berpindah pada mereka ketika pasar Serasi sudah dikosongkan.
Masyarakat menyambut antusias keberadaan
Pasar Poyowa Kecil dengan memangun lapak2
Seperti umumnya masyarakat, para pedagang di pasar penyangga sesungguhnya tak ingin tercipta permusuhan dengan pedagang lainnya, terlebih berada di tempat berbeda. Mereka cukup fair dalam berdagang karena mereka sudah terbiasa dengan persaingan. Namun mereka juga sadar bahwa hidup mereka seperti dipermainkan oleh kebijakan. Pemerintah yang telah memindahkan dan membukakan pasar baru untuk mereka, mereka tuntut untuk mengambil tindakan segera. Bagaimanapun periuk di dapur harus tetap terisi, sekolah anak—bahkan saya dengar ada yang harus memikirkan angsuran di bank. Sebagai sesama rakyat jelata, saya trenyuh melihatnya.
Freud mengatakan, kebutuhan manusia itu sebenarnya hanya diatas perut dan dibawah perut. Persoalan yang tidak terkait dengan perut saja diperebutkan sampai berdarah-darah—kedudukan misalnya—apalagi yang terkait dengan perut ini.
Jujur saya takut akan terjadi bentrokan ditingkat akar rumput karena persoalan ini. Benturan yang bisa dipastikan akan berkepanjangan.

Ke Arah Solusi
Jika tak ada proses hukum maka saya sesungguhnya akan mendesak Pemkot Kotamobagu untuk melakukan relokasi secepatnya, apa pun yang terjadi. Namun jelas, kita pun harus menghormati proses hukum yang sekarang sedang berlangsung.
Namun ada yang aneh ketika saya membaca media karena pihak penggugat meminta untuk dilakukan MEDIASI. Dalam rana hukum perdata, memang mediasi untuk suatu sengketa bahkan diharuskan. Hakim diharuskan untuk menawarkan mediasi.
Mediasi adalah jalan damai di luar proses pengadilan walau dia masih merupakan bagian dari proses peradilan. Jika penggugat yang menawarkan, berarti mereka membuka pintu untuk sama-sama mencari jalan keluar yang tepat. Tapi nampaknya pihak Pemkot tak terlalu memusingkan tawaran ini. Sah dan wajar. Mungkin juga Pemkot menginginkan proses hukum terus berlanjut mengingat Pemkot punya alat bukti yang kuat. Tapi sebaiknya pihak Pemkot harus juga mempertimbangkan bahwa mediasi juga bisa menjadi solusi untuk penyelesaian sengketa secepatnya. Kalau bisa, sekali lagi tim dari Pemkot menerima mediasi ini. Jika memang mediasi masih menemui jalan buntu, maka sebaiknya Pemkot mendesakan proses pengadilan yang cepat. Dengan begitu, pasar Serasi tidak menjadi bom waktu yang tidak hanya akan lebih memusingkan Pemkot tapi juga mengganggu stabilitas ditingkatan masyarakat. Wallahualam bishawab. (Anuar Syukur, owner RUMAH DINANGOI—tempat kuliner dan diskusi khas Mongondow)
============================
SPONSOR
 Rumah Dinangoi bukan sekedar tempat kuliner khas Mongondow. Lebih dari itu, RUMAH DINANGOI mempunyai program lain seperti pembuatan perpustakaan, diskusi, pelatihan kepenulisan, penerbitan, dan lainnya. Intinya, membuat sesuatu yang nyata yang dapat membangun daerah. Jika Anda ingin menjadi sponsor, silahkan hubungi 081252622425 atau kirimkan email ke kami: gerbangpasifik@gmail.com. Kami akan menyebutkan anda, kelompok maupun institusi anda sebagai bagian dari sponsor.

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan Komentar...
Tapi maaf komentar Anda perlu dimoderasi, bukan untuk menghilangkan hak Anda berkomentar tapi untuk menghindari penggunaan "kalimat2 yang tidak perlu"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Daftar Isi Blog

Teman di FB