Dinangoi, Khas Mongondow Murah, Meriah, Bersahaja Bisa didapatkan di RUMAH DINANGOI Motoboi Kecil, depan SD |
Lebih baik kau makan semua DINANGOI dan INAMBAL di RUMAH DINANGOI daripada kau makan semua Indonesia Dan Bolmong Raya, tapi harus bayar ya!!! |
Dan memang diakui, membongkar korupsi bukanlah pekerjaan yang gampang, tak semudah membalik telapak tangan. Terlalu banyak laporan korupsi yang tak ditanggapi, yang ditengah jalan berhenti, atau lolos sama sekali. Ini akan memukul balik aktivis yang ingin pemerintahan bersih dari korupsi.
Satu contoh yang paling dekat dengan saya adalah laporan korupsi penyelenggara pemerintahan di Kabupaten saya, Bolaang Mongondow. Mungkin lebih dari 200 berita untuk tahun 2010 dan tak terhitung lagi berita terkait korupsi yang muncul di Koran local maupun regional Sulawesi Utara. Pihak yang membongkar indikasi korupsi ini jelas, mereka individu maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau paguyuban lainnya. Namun sampai detik ini hasilnya nihil. Setahu saya, hanya kasus Persibom yang mengakibatkan manajernya sempat ditahan sekitar 2 minggu. Namun di kasus Persibom inipun tak ada follow up yang jelas.
Kondisi ini membuat saya ragu bicara tentang korupsi. Terlebih ketika mulai menyebut nama orang.
Dengan tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersangka (eh, maksudnya: praduga tak bersalah), ada beberapa kemungkinan mengapa laporan terkait kasus korupsi jarang yang ditanggapi.
Pertama, kasusnya hanya untuk menaikan nilai tawar. Bisa jadi ada keinginan tertentu dari pihak yang membongkar atau pihak yang berada dibalik pembongkar kasus namun terhambat sehingga kasus korupsi pun dijadikan alat. Dalam hal ini kasus korupsi sesungguhnya hanya kasus kosong yang dibesarkan sehingga dipandang ada. Kedua, salah data. Dalam hal ini data korupsi memang ada dan para pihak pembongkar kasus memang bersungguh-sungguh namun data yang mereka dapatkan dari orang ketiga fiktif. Ketiga, permainan penegak hukum. Dalam hal ini, data memang sudah tepat dan mereka yang membongkar kasus memang bersungguh-sungguh namun aparat penegak hukum menjadikan ini sebagai lahan untuk mengais tambahan rejeki.
Semua itu membuat pembongkaran kasus korupsi seperti fitnah besar, sebuah pepesan kosong. Masyarakat bisa jadi akan berbalik membenci mereka yang membongkar kasus korupsi dan menganggap pahlawan mereka yang diduga telah melakukan korupsi. Mediapun akan bulan-bulanan karena mereka telah mewartakan kasus yang dianggap fitnah ini. Banyak pihak yang menyalahkan media karena memberitakan kasus korupsi yang kebanyakan tak jalan atau mandeg di tengah jalan.
Saya bukan ingin membela media namun memang begitulah fungsi media. Media tak bisa menolak memberitakan sesuatu dimana jelas nara sumbernya, bahkan andaipun narasumbernya anonym karena tak ingin dituliskan namanya maka media tetap wajib memberitakan jika itu terkait dengan fakta.
Memang tak jarang langkah media pun salah, seperti yang terjadi pada “almarhum” Media Totabuan. Media Totabuan yang sekarang telah menjadi Media Lipu’ Totabuan yang sedang pembaca baca ini memang cukup konsisten dalam memberitakan fakta, terutama untuk kasus Persibom yang memang waktu itu redaksi telah mengantongi sejumlah data. Kami cukup salut atas kesigapan Polda Sulut yang telah merespon berita dengan menahan manajer Persibom. Namun setelah itu kami merasa kecele. Menurut beberapa pihak yang menginginkan kasus ini tuntas, Media Totabuan telah ikut mengaburkan kasus ini. Menurut mereka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya sudah akan “menyidik” (bukan lagi sekadar “menyelidik”) kasus ini namun karena pemberitaan yang gencar dari Media Totabuan maka pihak Polda bergerak cepat untuk menahan manajer Persibom. Padahal KPK tak bisa mengambil alih kasus yang sedang ditangani lembaga penegak hukum lain sehingga dengan ditahannya manajer Persibom maka KPK tak bisa lagi masuk ke Bolaang Mongondow.
Akan serba salah memang. Penegakan hukum yang kebanyakan tidak konsisten hanya akan membuat pembongkaran kasus korupsi menjadi anproduktif. Ditambah lagi dengan proses kearah penghukuman pihak yang dipandang pelaku yang sangat berliku dan beragam kepentingan dalam pembongkaran kasus korupsi membuat pembongkaran kasus korupsi seperti sebuah fitnah besar.
Semua itu membuat saya enggan bicara. Saya takut dianggap telah membuat fitnah atau ada kepentingan terselubung di dalamnya. Termasuk yang susah dikomentari adalah kasus TPAPD Bolmong yang sekarang diributkan. Kalau dalam kasus TPAPD ini, kami berpandangan sebaiknya segera Pemkab segera membayarkan karena itu merupakan hak aparat desa. Sementara kasusnya yang terkait dengan rana hukum, biarlah penegak hukum yang membongkar sampai keakar-akarnya. Kita akan coba lihat apakah penegak hukum punya keberanian untuk mengungkap kasus ini sehingga terang benderang. (Anuar Syukur, SH / owner RUMAH DINANGOI Motoboi Kecil)
Ketika Dinangoi bersaing dengan Pitza, bisa ditebak siapa yang menang...
BalasHapusketika pisang bersaing dengan bunga untuk memikat hati monyet, bisa ditebak siapa yang menang...
ketika P21 bersaing dengan 86, kira2 siapa yang untung?
Setiap kata punya makna dan setiap hati punya pilihan...Bismillah, terkadang kita hrs seperti katak tuli daripada kancil, terlebih monyet... namun apapun itu hanya kita yg tahun dan mempertanggungjawabkannya
BalasHapus