Sabtu, 16 Oktober 2010

Menggalang Kinalang




Saat ini Bolaang Mongondow cukup ramai. Para bakal kandidat yang ingin menggapai kursi Bupati maupun Wakil Bupati mulai ramai-ramai mensosialisasikan diri. Dan agak berbeda dengan daerah hasil pemekaran yang awalnya bisa dikatakan sepi dari peminat, di Bolaang Mongondow yang merupakan Kakak Tertua dari daerah di wilayah Bolaang Mongondow Bersatu, sejak awal memang sudah ramai peminat.
Dari desas desus maupun yang terlihat sudah aktif mensosialisasikan diri, lebih dari 10 nama orang Mongondow. Drs. Syachrial Damopolii, MBA; Ir. Limy Mokodompit; Salihi Mokodongan; Drs. Syamsurijal Mokoagow, SH, MH; Aditya Anugerah “Didi” Moha, SKed; Drs. Saleh Binol, MM; Drs. Djainudin Damopolii; Drs. Suhardjo Makalalag,MSc, PHD (Candidate); Ir. Rachmat Mokodongan; Ir. Djakia Mokodongan; Heru Sutrisno Mokoginta; Wahida Mokoagow.
Lebih dari 10 nama yang ingin menjadi orang nomor 1 Bolaang Mongondow ini, dengan terbukanya peluang melalui jalur non partai alias kandidat independent, bisa saja pemilihan bupati (Pilbup) Bolaang Mongondow akan mengalahkan pemilihan walikota (Pilwako) Manado di mana kalau tak salah terdapat 7 pasang kandidat.
Sebagai seorang yang mencoba belajar menjadi democrat sejati (jangan dulu dikaitkan dengan partai), saya gembira melihat hal ini. Berarti banyak warga yang ingin mengabdi pada tanah kelahiran melalui pintu demokrasi. Namun seorang Bupati tak sekadar kepala daerah melainkan dia juga merupakan kepala adat. Dia merupakan Kinalang yang akan mengamalkan adat dan budaya yang diturunkan sejak masa Punu’. Kebijakannya tak sekadar menyandarkan pada tiang Undang-Undang Dasar, Undang-undang, dan peraturan ketatanegaraan maupun administrasi Negara lainnya. Dia juga harus menjadikan adat dan budaya sebagai sokoguru dalam pengambilan kebijakan agar kebijakan benar-benar “mo’itompatud” dan bukan “mo’iratud”.
Saya tak mempersoalkan kehadiran kawan-kawan luar Mongondow di tanah warisan dari para Bogani ini. Bahkan saya harus berterimakasih karena Bolaang Mongondow menjadi hidup dengan beraneka ragamnya suku yang berdiam di sini. Saya juga bangga dengan sikap terbuka para pemimpin Bolaang Mongondow sejak masa Punu’ sampai masa Datu, bahkan sampai masa Bupati, yang telah membuka tangan bagi orang luar Bolaang Mongondow.
Kita mengetahui bersama-sama dari sejarah bahwa setelah Belanda mempersempit wilayah Bolaang Mongondow saat memasuki masa Datu, ternyata masih ada kerabat dan sahabat dari Minahasa yang tetap setia dengan ke-Punu’-an Bolaang Mongondow. Kerabat dan sahabat ini diberi tanah langsung oleh Datu di Tungoi, Popo dan Mariri. Saat memasuki masa Bupati, pemerintah daerah sangat membuka diri untuk perpindahan penduduk ke Bolaang Mongondow baik dalam bentuk transmigrasi (terutama dari Jawa dan Bali) maupun translokal.
Saat ini Bolaang Mongondow sudah seperti Jakarta dengan keragaman yang sangat tinggi. Yang disayangkan, Bolaang Mongondow tak bisa seperti Jakarta yang bisa mem-betawi-kan pendatang. Lihatlah orang non Betawi di Jakarta, minimal mereka bisa mengatakan “lu” dan “gua” dengan fasih. Yang terjadi pada kita di Bolaang Mongondow, justru kita kebanyakan hanyut.
Melihat kondisi ini, dengan tetap menghormati kawan dan kerabat yang secara bilogis termasuk orang luar Bolaang Mongondow yang telah berdiam—bahkan lahir—di Bolaang Mongondow, saya belum begitu yakin Kinalang akan tercipta jika pucuk pimpinannya (Bupati) dari kawan-kawan dan kerabat yang secara biologis berasal dari luar Bolaang Mongondow.
Saya sempat membicarakan ini dengan kawan saya (kalau bisa dikatakan demikian, walau kami baru satu kali bertemu namun kami punya banyak kesamaan pemikiran), seorang kader muda potensial dari Dumoga, Jefri Tumelap ST. Sebelum saya masuk ke persoalan ini, justru beliau mendahului saya dengan mengatakan bahwa dirinya sangat siap untuk menjadi kandidat Wakil Bupati namun tidak siap untuk menjadi kandidat Bupati. Bagian dari alasan beliau adalah apa yang telah saya ungkapkan diatas. Dengan kesadaran penuh, beliau mengakui bahwa secara budaya dan adat memang belum saatnya bagi orang luar Mongondow untuk menjadi pucuk pimpinan di Bolaang Mongondow.
Belum tentu kebijakansanaan berpikir dari seorang Jefri akan sama dengan saudara-saudara kami lainnya yang secara biologis termasuk orang luar. Lagi pula, di alam reformasi di mana demokratisasi benar-benar ingin ditegakan saat ini, rasanya tak baik mengarahkan, apalagi memaksakan, individu maupun kelompok untuk mengikuti sesuatu yang andemokratis. Dalam hal ini, saya setuju dengan Bung Karno yang dengan tegas menolak memasukan pembatasan pemilihan pucuk pimpinan Negara hanya untuk golongan tertentu. Saya sangat sepakat dengan perkataan beliau : “Kalau kalian merasa mayoritas maka buatlah pucuk pimpinan Negara agar tetap ditangan kalian melalui cara-cara yang demokratis.”
Sayapun ingin menyampaikan hal yang sama pada para bakal kandidat dari suku Mongondow: “Jika Anda sekalian merasa bahwa pucuk pimpinan Bolaang Mongondow merupakan hak kita sebagai pewaris tradisi dan budaya di tanah para Bogani ini maka tempuhlah cara-cara yang demokratis agar pucuk pimpinan itu berada di tangan kita!”
Saya tak begitu tahu matematika politik. Namun dengan lebih dari 10 bakal kandidat dari Mongondow akan memperebutkan suara rakyat Bolaang Mongondow, saya rasa akan cukup merepotkan pemilih. Bahkan seandainyapun hanya 5 dari mereka yang akan jadi kandidat, tetap saja merepotkan bagi pemilih.
Saya tak begitu mengerti cara merumuskannya namun saya yakin para bakal kandidat ini yang lebih tahu akan berbuat seperti apa. Lebih dari 10 bakal kandidat ini merupakan putra terbaik yang tentu akan berpikir juga untuk kebaikan bersama. Saya yakin itu. Dengan demikian, harapan saya agar dalam pesta demokrasi di Bolaang Mongondow ini tak sekadar mencari Bupati yang akan memimpin daerah berdasarkan protocol negara melainkan benar-benar momentum untuk menggalang Kinalang yang juga akan menempatkan adat dan budaya sebagai bagian dari dasar kebijakan akan benar-benar kita dapatkan. (Anuar Syukur)

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan Komentar...
Tapi maaf komentar Anda perlu dimoderasi, bukan untuk menghilangkan hak Anda berkomentar tapi untuk menghindari penggunaan "kalimat2 yang tidak perlu"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Daftar Isi Blog

Teman di FB