Sabtu, 10 Oktober 2009

PERLUNYA PENDAMPING DEWAN

Ambang Post 3/1/09




Dinangoi, Khas Mongondow
Murah, Meriah, Bersahaja
Bisa didapatkan di
RUMAH DINANGOI
Motoboi Kecil, depan SD
Menjadi anggota dewan (baik DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi maupun DPR RI) sangatlah terhormat posisinya. Kalau ada keluarga yang menggelar hajat maka akan diminta dengan hormat untuk jadi turut mengundang, duduknya di depan, diminta untuk menyampaikan sambutan, dan seterusnya. Di masyarakat dia akan menjadi patron, menjadi tempat masyarakat yang menjadi klient mengadukan berbagai persoalan.

Di masa lalu, di Athena—kota yang pertama kali memberlakukan demokrasi—para anggota Dewan hanya yang termasuk warga negara, yang dimaksud warga negara hanya orang yang memang tinggal di tempat tersebut dan laki-laki (perempuan, pengelana dan budak bukanlah warga negara). Di Inggris kuno yang berhak hanya para bangsawan, para lord, karena mereka dipandang telah ditakdirkan untuk menjadi patron. Di Bolaang Mongondow lama yang menjadi anggota dewan adalah para Bogani yang menjadi patron dan penguasa setiap wilayah yang tersebar diseluruh Bolaang Mongondow. Para Bogani ini akan rapat di Tudu in Bakid, sekitar Pontodon sekarang, untuk menentukan nasib Bolmong dan siapa yang akan menjadi Punu (pemimpin masyarakat sebelum masuk zaman Datu).
Menjadi anggota Dewan memang merupakan kehormatan dan dalam demokrasi seharusnya semua pihak berhak. Bukankah demokrasi berarti kekuasaan berada di tangan rakyat? Bahkan ada yang bilang bahwa suara rakyat merupakan suara Tuhan. Mengapa kita tak membiarkan tuhan (dalam bahasa Nurcholis Madjid) menjadi penguasa? Mengapa kita hanya memberi kesempatan pada pihak-pihak tertentu untuk menjadi anggota Dewan?
Semua ini membuat masyarakat sadar bahwa demokrasi harus dikembangkan. Kewarganegaraan dalam sejarah Athena tak terdapat lagi di sini karena digantikan dengan sejumlah identitas yang menunjukan kewarganegaraan. Perbudakan dihilangkan dan golongan ini diberi hak untuk memilih dan dipilih, kaum hawa juga diberi hak yang sama—bahkan di negara kita mereka dimanja dengan instruksi negara yang mengharuskan partai-partai untuk menempatkan 30 persen perempuan dalam pencalegan.
Sekarang, para anggota Dewan bukan lagi hanya hak para baron atau lord atau para Bogani melainkan seluruh warga negara tanpa mengenal jenis kelamin maupun strata sosial. Perdebatan antara founding father kita, antara Bung Karno dan Bung Hatta telah tersimpulkan. Menurut Bung Karno, demokrasi kita harus berdasarkan “cap rakyat” yang berarti semua punya hak, sedangkan Bung Hatta lebih mendasarkan pada “cap intelek” yang berarti kecerdasan harus diutamakan. Terbukti paham Bung Karno menang.
Nyaris tak ada halangan bagi rakyat dari berbagai golongan untuk menjadi anggota Dewan. Persyaratan tak pernah menjalani hukuman dengan ancaman hukuman 5 tahun serta pendidikan minimal SMA tak dapat menapis rakyat yang ingin menggunakan haknya untuk memilih dan dipilih menjadi anggota Dewan. Antusiasme rakyat dapat kita lihat pada pemilu lalu, mungkin sejuta rakyat mengadu nasib dengan menjadi calon anggota Dewan yang terhormat baik di DPRD Kabupaten/Kota, Provinsi, DPR RI maupun DPD RI. Walau tingkat pemilih menurun yang ditunjukan dengan angka Golput yang nyaris 30 persen namun keberadaan para caleg yang banyak ini menunjukan bahwa rakyat memang tak ingin hanya memilih tapi juga dipilih, merekapun benar-benar ingin ikut berpartisipasi dalam demokrasi.
Selamat datang di negara demokrasi. Paman Sam seharusnya iri pada kita yang benar-benar menerapkan demokrasi!
Kita memang harus bangga dengan demokrasi yang sangat terbuka di negara kita. Saringan demokrasi kita bukanlah saringan pasir atau tepung melainkan saringan koral sehingga siapapun bisa lolos. Tak jadi soal. Memang beginilah demokrasi. Rakyatlah Tuhan yang akan menentukan nasib mereka.
Namun, sebagai bagian dari rakyat, saya juga agak mencemaskan demokrasi semacam ini.
Aristoteles mengatakan negara dibentuk untuk tujuan yang baik sehingga peangkat sistem yang berlaku dalam negara ditujukan untuk itu. Demokrasi merupakan bagian dari perangkat itu. Semua itu ditujukan untuk hal yang baik yang di negara kita ditujukan untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Fungsi dari para anggota Dewan pun untuk tujuan ini sehingga pada mereka dilekatkan berbagai fungsi, mulai dari pembuat aturan (legislasi), pembuat anggaran (budget) dan pengawasan (control). Fungsi ini harus mereka jalankan, rakyat mengutus mereka untuk melakukan fungsi itu. Rakyat tak mengutus mereka untuk menjadi orang kantoran, terlebih hanya untuk melakukan 4 d (duduk, diam, dengar, duit). Rakyat mempercayakan nasib mereka pada para anggota Dewan yang terhormat.
Namun, dengan tidak bermaksud meremehkan mereka yang terpilih menjadi anggota Dewan serta tanpa bermaksud melemahkan sistem demokrasi yang kita jalankan, nampaknya kita perlu merenungkan lagi apakah para anggota Dewan kita dapat melakukan fungsi ini. Keberagaman asal (baik ditinjau dari sudut pendidikan, tempat kelahiran, latar belakang pemikiran, dan lainnya) maka tentu tak semua anggota Dewan dapat melakukan fungsi ini. Juga para anggota Dewan disibukan dengan beragam persoalan yang menguras pikiran sehingga ada saja fungsi mereka yang terabaikan.
Seperti yang telah diutaikan, tulisan ini tidak berpretensi untuk menggugat sistem demokrasi yang kita jalankan. Nbamun kita juga harus sadar bahwa sistem ini punya kelemahan. Karena itu kita perlu kekuatan lain untuk menutup kelemahan itu. Di sinilah diperlukan pendamping para anggota Dewan.
Banyak istilah yang sering disebut untuk penamping ini. Ada yang menyebutnya staf ahli, legal drafting, asisten pribadi, pengawal, dan lainnya. Yang jelas mereka merupakan kumpulan rakyat yang mempunyai keahlian tertentu untuk menunjang anggota Dewan dalam menjalankan fungsinya. Mereka akan membantu anggota Dewan sehingga rakyat dapat benar-benar merasakan keterwakilan dari para wakilnya, juga akan memperkuat pengaruh para anggota Dewan ketika berhadapan dengan pemerintah yang menjadi mitra mereka.
Namun harus juga kita sadari bahwa pendamping hanya pembantu para anggota Dewan. Sebagai pembantu, tentu mereka akan ada jika para anggota Dewan memang menginginkan bantuan. Kalau para anggota Dewan merasa sudah bisa melakukan segalanya ya untuk apa dibuat pendamping?
***
(Anuar Syukur, owner RUMAH DINANGOI, Motoboi Kecil)

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan Komentar...
Tapi maaf komentar Anda perlu dimoderasi, bukan untuk menghilangkan hak Anda berkomentar tapi untuk menghindari penggunaan "kalimat2 yang tidak perlu"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Daftar Isi Blog

Teman di FB