Sabtu, 10 Oktober 2009

Kepemimpinan Perempuan

dimuat di Tribun Totabuan 17 Juni 2009


Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra
Dalam berbagai diskusi tentang gender dalam persprktif kepemimpinan, yang akan ramai ketika bicara tentang kepemimpinan perempuan. Pendapat seakan terpilah dalam dua mazhab pemikiran. Ada yang menomorduakan perempuan dan ada juga yang berusaha mengutamakan perempuan. Referensi mulai dari kitab kuno sampai kitab suci dijadikan rujukan, berbagai peristiwa dijadikan alasan. Saya sendiri tak sependapat dengan kedua mazhab tersebut karena bagi saya perempuan memang utama yang setara dengan pria sehingga tak perlu diutamakan. Dari sudut pandang ini saya tak sependapat dengan keberadaan 30 persen perempuan dalam pencalegan di Pemilu beberapa waktu lalu serta pengutamaan perempuan lainnya. Namun saya juga tak sependapat jika perempuan yang ingin berkiprah seperti Manohara kemudian hanya dikurung di rumah. Kalau mau berkiprah, kalau mau bersaing, bukalah pintu selebar-lebarnya bagi siapa saja. Ini inti demokrasi yang selama ini selalu disuarakan oleh banyak pihak.
Lagi pula, di dunia Timur sesungguhnya tak ada dikotomi gender dalam kepemimpinan. Sejak masa lalu cukup banyak perempuan yang memegang pucuk pimpinan. Di kita suci, kita dipereknalkan dengan Ratu Balqis yang berkuasa penuh atas negeri Sabah. Kesejahteraan dan ketenteraman negeri Sabah menarik perhatian Nabi Sulaiman yang juga berstatus sebagai raja sampai dia memerintahkan seluruh mahluk dibawa kekuasaannya untuk mendatangkan singgasana Ratu Balqis agar Sang Ratus tertarik padanya. Di negara kita terdapat Ratu Shima yang memerintah negerinya dengan adil sampai-sampai anaknya yang menyelamatkan barang yang berserakan di jalan diperintahkannya untuk dibunuh, andai tak dinasehati para pandita niscaya perintahnya itu akan terlaksana. Bahkan di negeri kita tercinta, Bolaang Mongondow, juga muncul kepemimpinan perempuan di masa lalu. Inde’ Dow, demikian masyarakat biasa menyebut. Beliau adalah Bogani (penguasa wilayah) perempuan yang kekuasaannya meliputi Kotabunan. Selain setara dengan Bogani lain, Inde’ Dow juga punya kewenangan dalam menentukan kebijakan yang ditunjukan dengan diangkatnya Tadohe’ sebagai Punu’ Molantud yang berkuasa atas bulud bo lopa’ in Bolaang Mongondow.
Yang disebutkan di atas merupakan pemimpin perempuan yang menentukan langsung kebijakan. Banyak juga pemimpin perempuan di masa lampau yang dapat mempengaruhi kebijakan karena status mereka sebagai permaisuri raja.
Di Timur memang demikian adanya. Berbagai prasasti sampai kitab suci menceritakan tentang eksistensi pemimpin perempuan. Hal ini aga berbeda dengan di Barat yang sejak zaman Romawi Kuno memang menempatkan perempuan hanya sebagai bagaian dari alat kesenangan lelaki. Pandangan ini termuat dalam buku kuno seperti Republic karyat Plato, Politik karya Aristoteles, dan lainnya. Dan perkembangan kepemimpinan perempuan di Barat memang sangat lambat. Walau di Barat gencar diteriakan tentang kesetaraan gender yang ditiru oleh aktivis perempuan di Timur namun di Barat baru Margaret Teacher yang bisa dicatat sebagai tokoh pemimpin perempuan yang menonjol. Sementara di Timur, di zaman modern ini bertebaran pemimpin perempuan. Para pemimpin perempuan modern di Timur bukan lahir karena perjuangan gender karena di sini memang tak ada perbedaan gender. Mereka lahir karena mereka memang tersaring, mereka mampu dan punya talenta dalam kepemimpinan.
Di Bolmong, pasca Inde’ Dow, kepemimpinan perempuan baru muncul di saat Ny Hj Marlina Moha Siahaan menjadi Bupati. Kemunculan ini bisa dikatkan luar biasa mengingat beliau bukanlah putri penguasa walau memang masih punya garis keturunan dengan penguasa Bolmong di masa lalu. Bisa dikatakan beliau merupakan tokoh perempuan yang meretas dari bawa. Walau memulai dari bawah namun jalannya pemerintahan yang dipimpinnya bisa dikatakan cukup baik dan mulus. Memang ada beberapa hal yang ditentang beberapa pihak, termasuk saya sempat menentang beberapa kebijakan beliau. Namun penentangan ini merupakan riak yang biasa. Jangankan seorang Bupati, nabi sekalipun banyak juga yang ditentang kaumnya. Dan saya meyakini penentangan itu tak terkait dengan keberadaan MMS, demikian namanya disingkat, sebagai seorang pemimpin perempuan.
Di luar berbagai hal yang ditentang, kita juga harus mengakui usaha-usaha beliau sebagai kinalang (pemerintah) dalam memecahkan berbagai persoalan yang menimpa paloko (rakyat). Dan usahanya yang paling spektakuler adalah mendekatkan pelayanan kepada rakyat dengan memperkecil wilayah pemerintahan melalui pemandirian beberapa daerah didalam tubuh Bolmong. Melalui kebijakannya, saat ini Bolmong telah mempunya empat Kabupaten dan satu Kota. Dengan memekarkan Bolmong ini, MMS telah mengukir prasasti di hati rakyat. Terlebih beliau bertekad untuk memandirikan Bolmong Raya menjadi Provinsi.
Dengan uraian ini, dengan memperhatikan berbagai fakta di seluruh pelosok dunia, dengan tidak mempersoalkan gender, saya rasa kita perlu bersepakat bahwa kepemimpinan perempuan tak perlu dipersoalkan. Bahkan harus diberi apresiasi positif. Karena itu pula saya sangat memahami keingin berbagai kalangan dalam masyarakat untuk mengajukan tokoh perempuan dan Bupati Bolmong, Ny. Marlina Moha Siahaan di Pemilihan Gubernur Sulut 2010 nanti. (Anuar Syukur, owner RUMAH DINANGOI, Motoboi Kecil)

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan Komentar...
Tapi maaf komentar Anda perlu dimoderasi, bukan untuk menghilangkan hak Anda berkomentar tapi untuk menghindari penggunaan "kalimat2 yang tidak perlu"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Daftar Isi Blog

Teman di FB